Orang yang berpuasa memiliki kemuliaan di sisi Allah, akan tetapi kemuliaan yang diperoleh tiap orang berbeda-beda sesuai tingkatan yang dijalani. Kiai Ahmad Abd Hamid Kendal menjelaskan dalam kitab Risalah Siyam:
Artinya: Tingkatan orang yang berpuasa itu ada tiga; 1. Puasanya orang awam yakni mereka yang meninggalkan makan, minum, bersetubuh saat siang hari, dan menjauhi perkara yang membatalkan puasa, 2. Puasanya golongan khusus (orang-orang shalih), 3. Puasanya golongan khususnya khusus (siddiqin dan para Nabi).
Penjelasan detailnya berikut:
1. Tingkatan puasa awam adalah puasa yang identik hanya menjauhi semua perkara yang membatalkan puasa, seperti makan, minum, jimak di siang hari.
2. Tingkatan puasa khusus adalah tidak hanya berpuasa pada poin 1, namun juga menjaga anggota badan agar tidak melakukan dosa, seperti menjaga mata dari melihat sesuatu yang haram, menjaga mulut agar tidak menggunjing, menipu, menjaga telinga dari mendengarkan perkara yang dibenci, menjaga perut tatkala berbuka hanya memasukkan makanan halal secukupnya.
3. Tingkatan puasa khususnya khusus adalah tidak hanya berpuasa pada poin 1 dan 2, namun hati dan pikiran juga ikut berpuasa seperti memikirkan urusan dunia semata maupun perkara yang hina. Maksudnya semua hal ditanggalkan kecuali hanya dipersembahkan kepada Allah.
Ketiga tingkatan yang diuraikan oleh Kiai Ahmad Abd Hamid Kendal ini menjadi pelajaran berharga bagi yang sedang berpuasa agar senantiasa menyertakan puasa khusus, karena sahabat Jabir berkata:
عن جابر رضي الله عنه قال: إذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُك وَبَصَرُك وَلِسَانُك عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَآثِمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، ولْيَكُنْ عَلَيْك وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً(المصنف لابن أبي شيبة)
Artinya: Dari Jabir, ia berkata, apabila engkau berpuasa, maka pendengaranmu, penglihatanmu, ucapanmu juga berpuasa dari perbuatan bohong dosa, dan jangan menyakiti orang lain. Jadikan dirimu berwibawa tenang ketika engkau berpuasa, dan jangan sampai hari tidak puasamu dengan hari puasamu bernilai sama. (Musannaf Ibn Abi Shaibah).
Artinya: Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: Bukanlah puasa itu dari makan dan minum, sesungguhnya puasa (yang sebenarnya) adalah dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor, dan jika seorang mencelamu atau mengajak bertengkar denganmu maka katakanlah: Sesungguhnya aku orang yang berpuasa, sesungguhnya aku orang yang berpuasa. (HR. Ibn Khuzaimah)
Dengan demikian berpuasa bukan persoalan menahan lapar, haus, akan tetapi juga melatih jiwa, pikiran dengan cara meninggalkan perkara yang bisa mengotorinya, dan tetap berkegiatan positif agar melahirkan gelombang kebaikan yang menjadi contoh bagi keluarga maupun masyarakat.
Sumber : https://jatim.nu.or.id/keislaman/tiga-tingkatan-orang-berpuasa-GFsm0#caption (NU Online)